Arrows adalah julukan bagi tim basket putra Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB) Bandung. Sebelum pandemi, sederet prestasi nasional berhasil diukir. Bahkan bisa dibilang, Arrows merupakan salah satu raksasa basket liga mahasiswa nasional. Langganan empat besar dalam beberapa seri terakhir LIMA. Tiga kali juara nasional. Dua kali pula menjadi runner up nasional. Jika bicara kompetisi regional, terlalu panjang untuk menguraikan rentetan capaian emas generasi harapan bangsa tersebut.
Then, the worst nightmare took place: pandemic crippled the industry.
“Waktu periode awal pandemi di tahun 2020, yang bisa dilakukan saat itu adalah latihan fisik secara virtual dan memberikan program latihan mandiri ke pemain, kendala utamanya adalah di segi pengawasan dan evaluasi. Di tahun 2021, sudah mulai ada latihan lapangan, kendala utamanya adalah jumlah pemain terbatas (karena sebagian masih di luar Bandung) dan perlunya diadakan tes antigen rutin,” kenang Coach Ricky Gunawan saat awal covid menghantam.
Sebagai seorang pelatih kepala, pasti harus bertanggung jawab atas performa dan pencapaian tim. Filosofi mutlak harus ia miliki. Menurutnya, setiap ikut kompetisi, target utamanya selalu dari sisi performance, bukan outcome. Tim Arrows (Putra) ditargetkan untuk bisa menerapkan semua hasil latihan ke dalam pertandingan dan bisa kompetitif di setiap game yang dijalani. Untuk Outcome Goals itu hal secondary, karena tergantung banyak variabel eksternal. Idealnya memang demikian. Tapi ketika semua program harus diberikan tanpa pengawasan, idealisme kadang tidak bisa bertahan.
Di tahun 2020 praktis latihan lapangan untuk satu tim sulit dilakukan, paling hanya bisa latihan individual dan latihan secara virtual. Sementara sepanjang tahun 2021 dengan situasi yang naik turun, latihan lapangan beberapa kali bisa diadakan. Celakanya, tidak semua pemain bisa hadir.
Serba salah ketika semua pincang. Pelatih sekaliber apapun pasti sulit menyiasati situasi. Coach Ricky juga tidak punya banyak pilihan saat itu. Arrows menjadi tanggung jawab dia dan tim kepelatihan. Ketimbang menyerah, mereka memilih untuk terus maju dengan apapun yang ada saat itu. Tekad tetap sama. Optimisme diusung di level tertinggi. Satu hari nanti, badai pasti berlalu. Kompetisi pasti akan kembali.
“Kembali ke kesadaran setiap pemain untuk tetap mau menjaga kebugaran fisiknya meskipun frekuensi dan intensitas latihan tim masih terbatas. Di sini akan terlihat karakter masing-masing pemain, mana yang tetap disiplin dan mau kerja keras meskipun kurang pengawasan dari pelatih,” tegasnya.
Dari sisi pemain, tentu saja perjuangan tak kalah sulit. Apalagi untuk tim universitas. Mereka harus membagi waktu antara kuliah dan menjadi seorang atlet basket. Dyfano Carlo Sabian didapuk sebagai kapten tim Arrows. Ia masih mengingat bagaimana susahnya latihan saat itu.
“Waktu awal pandemi latihan lapangan ditiadakan tetapi pihak pelatih memberikan program latihan via Zoom setiap pagi. Kami latihan program plyometrics serta diberi program lari agar menjaga kondisi fisik. Setelah pandemi mulai mereda, pelatih memutuskan untuk mengadakan latihan lapangan tetapi khusus untuk pemain Arrows yang berdomisili di Bandung. Latihan 1-2 kali seminggu pada waktu itu dan dengan syarat tubuh dengan kondisi fit, jika ada yang mengalami sakit atau gejala maka tidak diijinkan untuk mengikuti latihan. Tentunya dengan adanya pandemi sulit untuk latihan secara full team,“ terang Dyfano.
Dukungan dari pihak kampus juga memiliki peran krusial bagi Arrows ketika berada dalam kelamnya hari-hari saat pademi. Dyfano bercerita bagaimana ITHB memberikan yang terbaik untuk duta-duta olahraga yang sangat mereka banggakan.
“Selama pandemi ITHB terus memberi dukungan kepada tim Arrows, dari mulai beasiswa JPO yang diberikan dan fasilitas latihan yang baik. Selain itu kami diberi dispensasi kuliah saat bertanding sehingga kami bisa tetap fokus kepada pertandingan,” tegasnya.
Apa yang sudah dilewati oleh Coach Ricky dan Dyfano serta semua punggawa Arrows, di kemudian hari akhirnya berbuah manis. Ancaman mematikan dari virus Covid-19 tidak pernah berhasil mematikan idealisme, optimisme, mimpi, harapan dan tentunya target untuk selalu menjadi yang terbaik.
Coach Ricky berujar bahwa Outcome Goals itu hal secondary, karena tergantung banyak variabel eksternal. Terpenting adalah bisa mengeksekusi dengan baik semua hal yang sudah dilatih bersama di pertandingan sehingga bisa kompetitif melawan tim manapun.
Kata kunci adalah “kompetitif melawan tim manapun”. Tersirat jelas bahwa Arrows selalu membidik kemenangan. Jika pun kalah, itu hal biasa dalam pertandingan. You just can’t win them all.
Era gelap pandemi merupakan babak dimana Arrows memainkan taktik zone defense yang paling sempurna. 11 out of 10. Tidak ada celah. Tim pelatih punya taktik mumpuni. Strategi dieksekusi sempurna di atas “lapangan”. Pelatih, pemain, pihak kampus bergerak selaras untuk menutup semua ruang tembak lawan. Semua mengcover area pertahanan masing-masing dengan teramat baik.
Dan bukankah sebuah anak panah ketika ditarik jauh ke belakang di dalam lindungan busur nan kokoh, akan pasti melesat lebih cepat menuju sasaran?