“BEDAKAN” merupakan program garapan Kemenparekraf yang bertujuan untuk memberi peluang bagi 25 pelaku ekonomi kreatif yang terpilih supaya lebih maju usahanya. Adapun bantuan yang diberikan berupa desain packaging atau kemasan, yang diambil dari hasil karya mahasiswa program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) universitas seluruh Indonesia yang ikut serta dalam BEDAKAN. Itulah sebabnya kementerian yang dikomandoi oleh Sandiaga Uno ini kemudian menggandeng kalangan universitas lewat kerja sama dengan ASPRODI DKV (Asosiasi Program Studi Desain Komunikasi Visual Indonesia).
Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB) dalam event ini diwakili oleh empat mahasiswa dan Lalita Euginia merupakan salah seorang yang terpilih.
Menurut Lalita -demikian ia akrab disapa-, program ini diawali dengan serangkaian seleksi dari dua pihak terkait yaitu UMKM dan mahasiswa peserta.
“Seleksinya hanya 1 tahap, yaitu seleksi portofolio. Waktu itu, saya kirimkan portofolio digital dalam bentuk file PDF, yang isinya jelas sudah saya sesuaikan. Jadi, di dalam portofolio itu yang ditampilkan hanya karya-karya yang berhubungan dengan desain kemasan, misalnya karya desain label produk dan desain kemasan itu sendiri. Saya juga tidak lupa mencantumkan data diri, sekaligus website portofolio supaya panitia bisa memiliki gambaran lebih mengenai saya,” terang Lalita.
Sementara itu terkait dengan desain pilihan untuk diikutsertakan dalam program Bedakan, Lalita menjelaskan bahwa setiap designer akan dihubungkan dengan UMKM berbeda. Dalam program itu sendiri, ia menangani produk bernama Vietnam Roll yang berasal dari UMKM EF Diary Food.
“Vietnam Roll ini merupakan makanan sehat, dibuat dengan bahan-bahan organik dan fresh, dengan cara makan yang praktis. Adapun yang menjadi target pasar UMKM ini adalah orang-orang yang memperhatikan pola makan dan rajin olahraga. Langkah awalnya, saya menghadirkan warna-warna segar dalam packagingnya. Kemudian karena sifat produknya adalah makanan basah, maka packaging yang saya gunakan adalah yang tipe sekali pakai (setelah makanan habis, langsung dibuang). Tapi, kemasan sekali pakai ini juga harus menunjukan personality produknya, yaitu sehat dan praktis. Oleh karena itu konsepnya adalah menghadirkan sebuah kemasan yang sehat (ramah lingkungan, organik) dan tidak ribet. Hasil packaging saya berupa lunch box kertas berwarna putih polos yang kemudian disegel menggunakan sleeve,” tambah gadis yang lahir tepat di hari Natal, 25 Desember 2001 silam.
“Perlu diingat, bahwa setiap kemasan harus memiliki identitas dan informasi produk. Karena kemasan lunch box ini tergolong kemasan yang tertutup, di mana orang tidak bisa melihat produknya seperti apa tampangnya, maka saya menghadirkan gambaran produk (Vietnam Roll) beserta bahan-bahan pembuatnya (komposisi produk) dalam bentuk ilustrasi yang menggunakan teknik fotografi.”
Dalam keikutsertaannya, Lalita mengaku gagasan yang ia peroleh harus melalui proses panjang, karena melibatkan kegiatan riset mengenai produk, target market, UMKM bersangkutan, serta memahami kemauan dari si pemilik UMKM itu sendiri. Tantangan yang dihadapi adalah semua dilakukan secara daring karena masih dalam era pandemi. Lalita harus memutar otak karena tidak bisa melihat secara langsung seperti apa wujud Vietnam Roll tersebut. Di samping itu, ia juga tidak bisa melihat kemasan lama yang digunakan untuk sekedar mendapat gambaran. Semua informasi yang didapat hanya melalui percakapan lisan tanpa ada pertemuan langsung.
Sementara itu ketika disinggung mengenai hasil pencapaian dalam program tersebut, Lalita - sosok yang mengidolakan Merry Riana dan Ir. Ciputra -, menjawab dengan lugas. Menurutnya definisi pemenang itu adalah sesuatu yang sangat relatif. Ia berpendapat bahwa sepanjang hasil desainnya bisa dipakai maka itu merupakan acuan terkuat bahwa ia telah sukses dalam program Bedakan tersebut. Selain itu ia menambahkan bahwa tidak ada sistem menang atau kalah dalam program ini.
“Ini kan program pemerintah untuk membantu UMKM, jadi designer di sini juga sifat pekerjaannya adalah untuk mengabdi pada negara juga. Saya rasa, ukuran ‘kemenangan’ pada program ini adalah whether the project is successful or not. Indikator proyek sukses adalah ketika UMKM puas dengan proposal desain dari desainer dan ketika juri menyatakan bahwa ini memang kemasan yang representatif dan sesuai dengan karakteristik produk, bisa menghadirkan personality brand, serta mengandung informasi lengkap.”
“Untuk itu, saya berani mengatakan bahwa, Ya, I secured the top prize, even since day one. Proposal saya diterima dengan sangat baik oleh pihak EF Diary Food serta para juri dan pakar, bahkan sejak minggu pertama saya presentasi. Dari berbagai apresiasi yang saya dapat dari para juri dan pakar, hal yang paling berkesan adalah ketika salah satu pakar mengatakan: “This is perfect”, pada minggu pertama dan pada minggu kedua presentasi, pakar itu memuji karya saya lagi dengan kalimat “This is another perfect”.
Di samping penilaian para juri, pihak EF Diary Food juga melayangkan pujian kepada Lalita dengan hasil karyanya. Menurutnya, hasil kerja keras yang dilakukan ternyata melebihi ekspektasi dari pihak EF Dairy Food. Hal yang sama juga dilontarkan oleh pemilik UMKM sebagai pemegang ide makanan Vietnam Roll. Bahkan mereka langsung menawarkan kerja sama di luar program Bedakan, supaya Lalita bisa mendesain ulang beberapa packaging yang saat ini digunakan.
Dalam kiprahnya Lalita menyadari bahwa hasil yang dicapai tak lepas dari dukungan pihak-pihak termasuk kampus di mana ia menuntut ilmu, ITHB. Di samping pihak kampus, pemilik senyum menawan ini mengaku bahwa support system nomor satu dalam hidupnya adalah kedua orang tua yang sangat ia sayangi.
“Terlepas dari orang tua saya yang menjadi support system nomor 1 dalam hidup saya, untuk piagam penghargaan untuk kategori “orang yang paling berjasa” terkait program ini jatuh pada dosen saya Tante Ella (Ella Meilani). Dia adalah dosen pembimbing selama program ini. Tante Ella selalu menyemangati dan sering mengajak bercanda supaya mood saya tetap baik. Hal ini tentu supaya karya yang dihasilkan juga bagus. Saat wawancara dengan UMKM, di mana baru bisa melakukan online meet jam 8 malam, Tante Ella tetap menemani walaupun ini sudah di luar jam kerja dan ikut membantu menggiring pertanyaan, sehingga saya juga bisa mendapatkan data yang detail dan akurat. Dosen pembimbing saya juga tidak pernah pelit membagikan ide nya,” sanjung Lalita.
“Selain itu, Kaprodi saya, Om Egi (Bapak Egi Anwari) juga ikut mendukung kami dengan memberikan surat tugas dan menghimbau para dosen untuk memberikan keringanan bagi kami yang mengikuti program BEDAKAN. Dosen pembimbing tim sebelah, Tante Emil (Ibu Felicia Emily) juga turut memberikan dukungan serupa. Om Egi dan Tante Emil sering membagikan insight baru dan selalu siap mengadakan sesi diskusi. Menurut saya, Tante dan Om dosen sangatlah berdedikasi dalam dunia desain, sehingga mereka bisa all out saat membimbing kami.”
Mengungkap sisi lain kehidupan gadis dengan senyum memikat ini, ternyata menjadi seorang designer adalah mimpi yang selalu ingin ia wujudkan. Selain itu, Lalita menyimpan asa untuk satu saat nanti bisa berkarier di majalah-majalah designer kelas dunia. Ia juga memiliki ide unik dalam melakukan riset. Lalita suka keluar masuk toko, untuk melihat-lihat dan bukan untuk belanja. Menurutnya itu bagian dari exploring sesuatu. Ia senang mengamati, membolak-balik barang yang menarik perhatiannya bahkan sampai membuat video. Menurutnya itu dilakukan buat cadangan referensi dan lucunya, barang yang lama diamati itu biasanya tidak dibeli alias dikembalikan lagi ke rak toko.
“Aktif dalam mengikuti berbagai design events seperti yang selalu saya lakukan, bisa mengasah proses berpikir kreatif, untuk menghasilkan portfolio yang lebih terarah dan based on real cases.
Ke depan, saya akan terus berusaha supaya impian saya bekerja di perusahaan majalah fashion dunia bisa terwujud. I have secured top prize several times in my life and I’m on my way to get my jackpot!,” pungkas Lalita.