Artikel
2022-03-23 | ITHB
Stanford UIF Attendee Timotius Haniel: Being Academically Smart is Far From Enough

Stanford University menggandeng berbagai universitas terbaik di seluruh dunia dalam menggelar sebuah program bernama University Innovation Fellows (UIF), di mana para mahasiswa yang terpilih akan diberdayakan untuk menjadi agen-agen perubahan di sektor pendidikan tinggi. Tak tanggung-tanggung, Stanford menargetkan mahasiswa dari jenjang Sarjana hingga level Doktor untuk masuk menjadi bagian dari alumni universitas terbaik ketiga dunia tersebut, ketika mereka menyelesaikan semua program yang disiapkan.

Salah satu mahasiswa Indonesia yang terpilih adalah Timotius Haniel, mahasiswa jurusan Mobile Technology Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB) Bandung. 

“Tentu kesempatan untuk bisa mengikuti program UIF ini hal yang sangat membanggakan, terlebih saya dan teman-teman merupakan salah satu partisipan UIF pertama dari Indonesia, karena belum pernah ada kampus di Indonesia yang mengikuti program UIF ini.”

Anak muda yang sedang mengambil program studi Mobile Technology di ITHB ini, resmi terpilih menjadi peserta UIF ketika mengikuti program Google Bangkit Academy 2021, dengan jalur belajar Mobile (Android) Development. Adanya kerja sama antara Google Bangkit Academy dengan Stanford University dalam  program UIF, membuka pintu untuk Timotius bergabung dan akhirnya terpilih menjadi salah satu peserta.

“Terdapat beberapa tahap proses pendaftaran dan juga seleksi yang diawali dengan mengunggah video alasan mengapa ingin mengikuti program UIF. Selain itu, kami harus memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diberikan oleh tim Bangkit di Tribo (platform media sosial yang digunakan oleh Google Bangkit Academy 2021). Tahap ini merupakan proses seleksi dari pihak Google Bangkit. Setelah lolos di tahap ini, maka dilanjutkan ke tahap berikutnya di mana aplikasi kami langsung diproses oleh tim dari Stanford University. Langkah terakhir adalah wawancara oleh pihak UIF yang akan menentukan layak atau tidaknya kami mengikuti program UIF Stanford ini.”

Sementara itu, mengacu pada visi Stanford University untuk membentuk mahasiswa menjadi agen-agen perubahan di sektor pendidikan tinggi, Timotius tidak menampik bahwa ia sangat setuju dengan target yang ditetapkan. Menurutnya seorang mahasiswa belum lengkap jika hanya pintar secara akademis, karena untuk menjadi seorang pemimpin perubahan diperlukan begitu banyak hal yang harus dikuasai.

Saya merasa bahwa mahasiswa di Indonesia pada umumnya hanya memikirkan tentang prestasi akademik dan tidak mementingkan soft skills dalam bidang kepemimpinan. Bayangkan jika semua mahasiswa di Indonesia memiliki mentalitas kepemimpinan yang berdampak, negara kita ini pasti maju dalam segala bidang, khususnya pendidikan yang merupakan pondasi dasar dalam kehidupan,” demikian Timotius menegaskan.
Di sisi lain ketika berbicara bagaimana Unlocking your creative potential and developing the design-centered mindset, required to take on complex challenges in today’s world, Timotius memberikan resep penting yaitu selalu menjadi pribadi yang terbuka untuk perubahan.

“Saya pribadi selalu membuka diri untuk terus belajar. Saya terus menggali tentang bidang teknik, teknologi informasi, dan juga bisnis. Kemudian saya juga bergabung dengan berbagai komunitas profesional seperti Cornerstone Careers di mana saya bisa berdiskusi dan meminta pendapat dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dan lebih senior karena mereka adalah alumni berbagai kampus top dunia dan kini tergabung di perusahaan elit seperti McKinsey, Bain, BCG, dan Google. Hal ini membuat ilmu yang saya dapat sungguh tidak ternilai harganya.”

Masih terkait dengan mengembangkan potensi dan kreativitas, Timotius mengambil sebuah langkah penting yang memang mengubah dunia sekitarnya. Ia mengembangkan sebuah aplikasi untuk membantu para difabel khususnya tuna wicara dan tuna rungu. Lewat proyek ini, Timotius belajar bagaimana mengaplikasikan kemampuan yang dimilikinya supaya dinikmati oleh orang lain di mana hal tersebut adalah pengejawantahan dari prinsip yang ia anut yaitu benefits over features.

Timotius percaya bahwa semua mahasiswa di Indonesia bisa untuk mencapai apa yang telah ia raih lewat Program UIF. Baginya, tidak ada yang tidak mungkin dan ia rindu perjalanannya ini menjadi sebuah inspirasi bagi mahasiswa lain di negeri ini. Ia bahkan bersedia dijadikan teman diskusi bagi siapa saja yang tertarik untuk masuk ke dalam program UIF Stanford University. Menurutnya, ada banyak tips yang bisa dibagikan.

“Kita harus berani untuk ambil tantangan, kemudian keluar dari zona nyaman dan aman. Jangan lupa untuk terus menjadi pribadi rendah hati dan terbuka untuk belajar dari siapapun. Percaya diri dan selalu andalkan Tuhan. Pokoknya jangan ragu mengambil langkah untuk bisa terus maju dan berkembang. Ikuti terus perkembangan dan informasi mengenai UIF. Jika pendaftaran sudah dibuka, langsung saja daftar,” demikian pungkas Timotius.